ACEH–SUMATERA UTARA 2025—-
Ketegangan antar dua provinsi di ujung utara Pulau Sumatera, yakni Aceh dan Sumatera Utara, memanas menyusul sengketa kepemilikan atas empat pulau kecil yang terletak di wilayah perairan perbatasan administratif kedua provinsi tersebut.
Pulau-pulau yang dimaksud yang sementara ini hanya disebut dengan kode P-1 hingga P-4 menjadi sorotan publik setelah viralnya unggahan media sosial yang memperlihatkan adanya perbedaan mencolok dalam peta wilayah administratif versi Aceh dan versi Sumut.
Pulau-pulau yang jadi objek sengketa terletak sekitar 5–12 mil laut dari garis pantai barat laut Sumatera. Nama-nama tak resmi yang berkembang di masyarakat:
1. Pulau Batee Lhok
2. Pulau Ujung Rayeuk
3. Pulau Gading Laut
4. Pulau Tanjung Tiram
Dalam klaimnya, Pemerintah Aceh menyatakan bahwa keempat pulau tersebut secara historis dan geografis masuk dalam wilayah kabupaten di bawah administrasi Aceh. Namun, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tak tinggal diam. Mereka menunjukkan dokumen pemetaan dan arsip hukum yang menyebutkan pulau-pulau itu sebagai bagian dari kawasan pesisir Sumatera Utara.
“Kami tidak akan membiarkan sejengkal pun wilayah Aceh dicaplok tanpa dasar hukum yang sah,” tegas seorang pejabat tinggi Pemerintah Aceh, yang menolak disebutkan namanya.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara juga buka suara. “Perlu ada klarifikasi administratif dan peninjauan ulang oleh Kementerian Dalam Negeri. Jangan sampai masalah ini menjadi bara konflik horizontal antar masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers singkat.
Publik Meradang, Medsos Membara
Perseteruan ini langsung menyulut reaksi panas di media sosial. Tagar seperti #PulauSiapa, #AcehVsSumut, dan #JanganRebutWilayahKami trending di platform X (dulu Twitter) dan Instagram. Warganet dari kedua belah pihak saling beradu argumen, bahkan menyeret isu sejarah dan politik masa lalu ke dalam perdebatan.
Kementerian Turun Tangan
Menanggapi kondisi yang mulai memanas, Kementerian Dalam Negeri RI segera membentuk tim verifikasi lintas kementerian yang terdiri dari Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian ATR/BPN, dan Dirjen Otonomi Daerah.
“Kami minta kedua belah pihak menahan diri. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal menjaga keutuhan wilayah negara,” ujar Mendagri dalam pernyataan tertulis.
Pakar: Bahaya Jika Tak Ditangani Cepat
Pengamat geopolitik dari Universitas Indonesia, Prof. Harun Mansyur, menyebut sengketa ini sebagai sinyal bahaya jika dibiarkan berlarut.
“Pulau-pulau kecil seperti ini rentan jadi titik konflik dan celah pemisah antar daerah. Pemerintah pusat harus bertindak cepat dan transparan,” katanya.
Kesimpulan: Bukan Hanya Pulau, Tapi Harga Diri
Kasus ini bukan sekadar soal gugusan pulau kecil di ujung peta. Ini adalah pertarungan identitas, harga diri, dan legitimasi administratif, yang jika tidak diselesaikan segera, bisa berubah menjadi konflik sosial terbuka. Dalam negeri yang plural dan luas seperti Indonesia, setiap garis batas harus dijaga bukan diperebutkan dengan emosi, tapi diselesaikan dengan data, dialog, dan keadilan.